SEJARAH NEGERI KITO
Dengan berakhirnya masa kesultanan Jambi menyusul gugurnya Sulthan Thaha Saifuddin tanggal 27 April 1904 dan berhasilnya Belanda menguasai wilayah-wilayah Kesultanan Jambi, maka Jambi ditetapkan sebagai Keresidenan dan masuk ke dalam wilayah Nederlandsch Indie. Residen Jambi yang pertama O.L Helfrich yang diangkat berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906 dan pelantikannya dilaksanakan tanggal 2 Juli 1906.
Kekuasan Belanda atas Jambi berlangsung ± 36 tahun karena pada tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang. Dan pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada sekutu. Tanggal 17 Agustus 1945 diproklamirkanlah Negara Republik Indonesia. Sumatera disaat Proklamasi tersebut menjadi satu Provinsi yaitu Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibukotanya dan MR. Teuku Muhammad Hasan ditunjuk memegangkan jabatan Gubernurnya.
Pada tanggal 18 April 1946 Komite Nasional Indonesia Sumatera bersidang di Bukittinggi memutuskan Provinsi Sumatera terdiri dari tiga Sub Provinsi yaitu Sub Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.
Sub Provinsi Sumatera Tengah mencakup keresidenan Sumatra Barat, Riau dan Jambi. Tarik menarik Keresidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera Selatan atau Sumatera Tengah ternyata cukup alot dan akhirnya ditetapkan dengan pemungutan suara pada Sidang KNI Sumatera tersebut dan Keresidenan Jambi masuk ke Sumatera Tengah. Sub-sub Provinsi dari Provinsi Sumatera ini kemudian dengan undang-undang nomor 10 tahun 1948 ditetapkan sebagai Provinsi.
Dengan UU.No. 22 tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah keresidenan Jambi saat itu terdiri dari 2 Kabupaten dan 1 Kota Praja Jambi. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah Kabupaten Merangin yang mencakup Kewedanaan Muara Tebo, Muaro Bungo, Bangko dan Batanghari terdiri dari kewedanaan Muara Tembesi, Jambi Luar Kota, dan Kuala Tungkal. Masa terus berjalan, banyak pemuka masyarakat yang ingin keresidenan Jambi untuk menjadi bagian Sumatera Selatan dan dibagian lain ingin tetap bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. Terlebih dari itu, Kerinci kembali dikehendaki masuk Keresidenan Jambi, karena sejak tanggal 1 Juni 1922 Kerinci yang tadinya bagian dari Kesultanan Jambi dimasukkan ke keresidenan Sumatera Barat tepatnya jadi bagian dari Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK)
Tuntutan keresidenan Jambi menjadi daerah Tingkat I Provinsi diangkat dalam Pernyataan Bersama antara Himpunan Pemuda Merangin Batanghari (HP.MERBAHARI) dengan Front Pemuda Jambi (FROPEJA) Tanggal 10 April 1954 yang diserahkan langsung Kepada Bung Hatta Wakil Presiden di Bangko, yang ketika itu berkunjung kesana. Penduduk Jambi saat itu tercatat kurang lebih 500.000 jiwa (tidak termasuk Kerinci)
Keinginan tersebut diwujudkan kembali dalam Kongres Pemuda se-Daerah Jambi 30 April – 3 Mei 1954 dengan mengutus tiga orang delegasi yaitu Rd. Abdullah, AT Hanafiah dan H. Said serta seorang penasehat delegasi yaitu Bapak Syamsu Bahrun menghadap Mendagri Prof. DR.MR Hazairin.
Berbagai kebulatan tekad setelah itu bermunculan baik oleh gabungan parpol, Dewan Pemerintahan Marga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merangin, Batanghari. Puncaknya pada kongres rakyat Jambi 14-18 Juni 1955 di gedung bioskop Murni terbentuklah wadah perjuangan Rakyat Jambi bernama Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD) untuk mengupayakan dan memperjuangkan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi Jambi.
Pada Kongres Pemuda se-daerah Jambi tanggal 2-5 Januari 1957 mendesak BKRD menyatakan Keresidenan Jambi secara de facto menjadi Provinsi selambat-lambatnya tanggal 9 Januari 1957 .
Sidang Pleno BKRD tanggal 6 Januari 1957 pukul 02.00 dengan resmi menetapkan keresidenan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi yang berhubungan langsung dengan pemerintah pusat dan keluar dari Provinsi Sumatera Tengah. Dewan Banteng selaku penguasa pemerintah Provinsi Sumatera Tengah yang telah mengambil alih pemerintahan Provinsi Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyohardjo pada tanggal 9 Januari 1957 menyetujui keputusan BKRD.
Pada tanggal 8 Februari 1957 Ketua Dewan Banteng Letkol Ahmad Husein melantik Residen Djamin gr. Datuk Bagindo sebagai acting Gubernur dan H. Hanafi sebagai wakil Acting Gubernur Provinsi Djambi, dengan staff 11 orang yaitu Nuhan, Rd. Hasan Amin, M. Adnan Kasim, H.A. Manap, Salim, Syamsu Bahrun, Kms. H.A.Somad. Rd. Suhur, Manan, Imron Nungcik dan Abd Umar yang dikukuhkan dengan SK No. 009/KD/U/L KPTS. tertanggal 8 Februari 1957 dan sekaligus meresmikan berdirinya Provinsi Jambi di halaman rumah Residen Jambi (kini Gubernuran Jambi).
Pada tanggal 9 Agustus 1957 Presiden RI Ir. Soekarno akhirnya menandatangani di Denpasar Bali. UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Dengan UU No. 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958 UU Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Sumatera Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan Riau. (UU tahun 1957 No. 75) sebagai Undang-undang.
Dalam UU No. 61 tahun 1958 disebutkan pada pasal 1 hurup b, bahwa daerah Swatantra Tingkat I Jambi wilayahnya mencakup wilayah daerah Swatantra Tingkat II Batanghari, Merangin, dan Kota Praja Jambi serta Kecamatan-Kecamatan Kerinci Hulu, Tengah dan Hilir.
Kelanjutan UU No. 61 tahun 1958 tersebut pada tanggal 19 Desember 1958 Mendagri Sanoesi Hardjadinata mengangkat dan menetapkan Djamin gr. Datuk Bagindo Residen Jambi sebagai Dienst Doend DD Gubernur (residen yang ditugaskan sebagai Gubernur Provinsi Jambi dengan SK Nomor UP/5/8/4). Pejabat Gubernur pada tanggal 30 Desember 1958 meresmikan berdirinya Provinsi Jambi atas nama Mendagri di Gedung Nasional Jambi (sekarang gedung BKOW). Kendati dejure Provinsi Jambi di tetapkan dengan UU Darurat 1957 dan kemudian UU No. 61 tahun 1958 tetapi dengan pertimbangan sejarah asal-usul pembentukannya oleh masyarakat Jambi melalui BKRD maka tanggal Keputusan BKRD 6 Januari 1957 ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jambi, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Djambi Nomor. 1 Tahun 1970 tanggal 7 Juni 1970 tentang Hari Lahir Provinsi Djambi.
Adapun nama Residen dan Gubernur Jambi mulai dari masa kolonial sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut :
Masa Kolonial, Residen Belanda di Jambi adalah :
1. O.L. Helfrich (1906-1908)
2. A.J.N Engelemberg (1908-1910)
3. Th. A.L. Heyting (1910-1913)
4. AL. Kamerling (1913-1915)
5. H.E.C. Quast (1915 – 1918)
6. H.L.C Petri (1918-1923)
7. C. Poortman (1923-1925)
8. G.J. Van Dongen (1925-1927)
9. H.E.K Ezerman (1927-1928)
10. J.R.F Verschoor Van Niesse (1928-1931)
11. W.S. Teinbuch (1931-1933)
12. Ph. J. Van der Meulen (1933-1936)
13. M.J. Ruyschaver (1936-1940)
14. Reuvers (1940-1942)
Tahun 1942 – 1945 Jepang masuk ke Indonesia termasuk Jambi
Masa Kemerdekaan REPUBLIK INDONESIA
Residen Jambi:
1. Dr. Segaf Yahya (1945)
2. R. Inu Kertapati (1945-1950)
3. Bachsan (1950-1953)
4. Hoesin Puang Limbaro (1953-1954)
5. R. Sudono (1954-1955)
6. Djamin Datuk Bagindo (1954-1957) - Acting Gubernur
- 6 Januari 1957 BKRD menyatakan Keresidenan Jambi menjadi Propinsi
- 8 Februari 1957 peresmian propinsi dan kantor gubernur di kediaman Residen oleh Ketua Dewan Banteng. Pembentukan propinsi diperkuat oleh Keputusan Dewan Menteri tanggal 1 Juli 1957, Undang-Undang Nomor 1 /1957 dan Undang-Undang Darurat Nomor 19/1957 dan mengganti Undang-Undang tersebut dengan Undang-Undang Nomor 61/1958.
Masa PROVINSI JAMBI
Gubernur Jambi:
M. Joesoef Singedekane (1957-1967)
H. Abdul Manap (Pejabat Gubernur 1967-1968)
R.M. Noer Atmadibrata (1968-1974)
Djamaluddin Tambunan, SH (1974-1979)
Edy Sabara (Pejabat Gubernur 1979)
Masjchun Sofwan, SH (1979-1989)
Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (Wakil Gubernur)
Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (1989-1999)
Musa (Wakil Gubernur)
Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)
DRS. H. Zulkifli Nurdin, MBA (1999-2005)
Uteng Suryadiatna (Wakil Gubernur)
Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)
DR.Ir. H. Sudarsono H, SH, MA (Pejabat Gubernur 2005)
10.Drs. H. Zulkifli Nurdin, MBA (2005-2009)
Drs. H. Antony Zeidra Abidin (Wakil Gubernur 2005-2009)
LOGO PROVINSI JAMBI
Pada logo Provinsi Jambi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 1969 tertera kalimat Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Kalimat ini melambangkan satu kesatuan kebangsaan, satu kesatuan rakyat dan wilayah Jambi dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia, juga melambangkan kebesaran dari Sepucuk Jambi Sembilan Lurah dari sialang lantak besi sampai durian batakuk Rajo dan Tanjung Jabung.
Secara harfiah, Sepucuk Jambi Sembilan Lurah diambil dari naskah Undang-undang Piagam pencacahan kisah Negeri Jambi yang ditulis Ngebi Sutho Dilago Priyayi Rajo Sari 13589H/1937 M. Pada kitab itu dalam pasal 37 Pucuk undang Delapan, tertulis ”yang bernama Pucuk Jambi itu adalah uluan Jambi, pertama Pulau Umak, disanalah durian di Takuk Rajo sébelah ulu sialang belantak besi antara dengan tanah Minangkabau, maka itulah yang bernama pucuk Jambi. Adapun yang dinamakan sembilan lurah itu anak Batanghari Jambi. Sungainya yang besar sembilan sungai, pertama Tembesi, kedua Merangin, ketiga Batang Asai, keempat Sungai Tabir, kelima Tebo, keenam Bungo, ketujuh Pelepat, kedelapan Masumai, kesembilan Jujuhan, maka itulah yang bernamakan sembilan lurah”
A.Mukti Nasrudin (1989) menyatakan bahwa secara administratif wilayah kerajaan Jambi itu daerah-daerahnya tercakup dalam adagium adat “Pucuk Jambi Sembilan Lurah Batangnyo Alam Barajo“ artinya Pucuk yaitu Ulu, dataran tinggi Sembillan Lurah adalah Sembilan Negeri atau wilayah daerah Batangnyo Alam Barajo yaitu Teras Kerajaan 12 Suku /Bangso.
Secara geografis pengertian Pucuk Jambi dan Sembilan Lurah telah diutarakan. Sedangkan sembilan lurah dalam pengertian wilayah adat diartikan, empat diatas, tiga ditaruh di bawah, dan dua di Bangko Bawah.
Empat diatas meliputi daerah Kerinci yang pemerintahannya diselenggarakan oleh empat Depati yaitu, Depati Rencong Talang yang berpusat di Pulau Sangkau dengan daerah kekuasaannya meliputi tanah sébelah barat dan selatan Danau Kerinci, Depati Muaro Langkap Tanjung Langkap sekian berpusat di Tamiang. Depati Biang Sari dengan daerah kekuasaannya meliputi tanah sébelah tenggara dan Timur Danau Kerinci. Depati Atur Bumi yang berputar yang berpusat di Hiang meliputi tanah sébelah barat laut dan tenggara Danau Kerinci sampai Gunung Kerinci.
Tiga ditaruh dibawah yaitu daerah Bangko Atas meliputi daerah Depati Setio Rajo-Lubuk Gaung, Depati Setio Nyato- Sungai Manau dan Depati Setio Beti Tantan. Sedangkan dua di Bangko Bawah terdiri dari daerah Batin IX (Batin IX ulu dan Batin IX Ilir) dan daerah induk Enam Anak Sepuluh atau disebut sebagai daerah Luhak XVI meliputi daerah-daerah Tiang Pumpung, Dusun Tuo, Sanggerahan, Sungai Tenang, Serampas dan Pemberap.
Adapun adagium ”Batangnyo Alam Barajo” yaitu daerah Teras Kerajaan 12 Suku/Bangso Yaitu :
1. Jebus meliputi Sabak dan Dendang, Simpang, Aur Gading, Tanjung dan Londrang.
2. Pemayung meliputi Teluk Sébelah Ulu, Pudak, Kumpeh dan Berembang
3. Maro Sebo meliputi Sungai Buluh, Pelayang, Sengkati Kecil, Sungai Ruan, Buluh Kasap, Kembang Seri, Rengas Sembilan, Sungai Aur, Teluk Lebar, Sungai Bengkal, Mengupeh, Remaji, Rantau Api, Rambutan Masam dan Kubu Kandang.
4. Petajin meliputi, Betung Bedarah, Penapalan, Sungai Keruh, Teluk Rendah, Dusun Tuo, Peninjauan, Tambun Arang, dan Pemunduran, Kumpeh.
5. Tujuh Koto atau Kembang Paseban, meliputi Teluk Ketapang, Muaro Tambun, Nirah, Sungai Abang, Teluk Kayu Putih, Kuamang dan Tanjung.
6. Awin meliputi Pulau Kayu Aro dan Dusun Tengah.
7. Penagan Negerinya Dusun Kuap
8. Mestong meliputi Tarekan, Lopak Alai, Kota Karang, dan Sarang Burung.
9. Serdadu dengan negerinya Sungai Terap.
10.Kebalen negerinya Terusan
11.Air Hitam meliputi Durian Ijo, Tebing Tinggi, Padang Kelapo,
Sungai Seluang, Pematang Buluh, dan Kejasung.
12.Pinokawan meliputi Dusun Ture, Lopak Aur, Pulau Betung dan
Sungai Duren.
Keseluruhan wilayah Jambi dari sisi Hukum Adat Jambi, batas-batas secara lengkap berbunyi : dari durian ditakuk rajo lepas kesialang belantak besi melayang ke Tanjung Simalidu menepih beringin nan sebatang, Beringin gedang nan sekali dalam, mendaki bukit kelarik nan besibak meniti pematang panjang, menepat ke Singkil Tujuh Balarik ke sepisak pisau hilang mendaki bukit Alam Babi meniti pematang panjang menepat kebukit cindaku laju ke ulu Parit Sembilan menuju ke Sungai Reteh dan Sungai Enggang Marem Tanjung Labuh terjun ke laut nan mendidih menempuh ombak nan berdebur merapat ke Pulau nan tigo sebelah laut Pulau Berhalo naik ke sekatak Air Hitam menuju ke Bukit Seguntang – guntang mendaki bukit tuo lepas sungai Bayung Lincir laju ke hulu Sungai Singkut di kurung bergandeng bukit tigo mendaki ke serintik hujan panas meniti Bukit Barisan turun ke Renah Sungai Buntal menuju ke Sungai Air Dikit menerpa ke Hulu sungai Ketaun mendaki bukit malin dewa laju ke sungai Ipuh mendaki Bukit Sitinjau Laut, sayup – sayup laut lepas menuju gunung berapi di situ tegak Gunung Kerinci menepat ke Muaro Bento menempuh Bukit Kaco meniti Pematang Lesung terus menuju Batu Anggit dan Batu Kangkung, Teratak Tanjung Pisang, Siangkak – Siangkang Hilir pulo ke durian di takuk rajo di situ mulai bejalan balik pulo ketempat lamo bejalan meniti batas. Itulah batas yang kini menjadi Wilayah Provinsi Jambi sebagaimana dimaksud UU Nomor 61 Tahun 1958.
Kekuasan Belanda atas Jambi berlangsung ± 36 tahun karena pada tanggal 9 Maret 1942 terjadi peralihan kekuasaan kepada Pemerintahan Jepang. Dan pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah pada sekutu. Tanggal 17 Agustus 1945 diproklamirkanlah Negara Republik Indonesia. Sumatera disaat Proklamasi tersebut menjadi satu Provinsi yaitu Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibukotanya dan MR. Teuku Muhammad Hasan ditunjuk memegangkan jabatan Gubernurnya.
Pada tanggal 18 April 1946 Komite Nasional Indonesia Sumatera bersidang di Bukittinggi memutuskan Provinsi Sumatera terdiri dari tiga Sub Provinsi yaitu Sub Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.
Sub Provinsi Sumatera Tengah mencakup keresidenan Sumatra Barat, Riau dan Jambi. Tarik menarik Keresidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera Selatan atau Sumatera Tengah ternyata cukup alot dan akhirnya ditetapkan dengan pemungutan suara pada Sidang KNI Sumatera tersebut dan Keresidenan Jambi masuk ke Sumatera Tengah. Sub-sub Provinsi dari Provinsi Sumatera ini kemudian dengan undang-undang nomor 10 tahun 1948 ditetapkan sebagai Provinsi.
Dengan UU.No. 22 tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah keresidenan Jambi saat itu terdiri dari 2 Kabupaten dan 1 Kota Praja Jambi. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah Kabupaten Merangin yang mencakup Kewedanaan Muara Tebo, Muaro Bungo, Bangko dan Batanghari terdiri dari kewedanaan Muara Tembesi, Jambi Luar Kota, dan Kuala Tungkal. Masa terus berjalan, banyak pemuka masyarakat yang ingin keresidenan Jambi untuk menjadi bagian Sumatera Selatan dan dibagian lain ingin tetap bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. Terlebih dari itu, Kerinci kembali dikehendaki masuk Keresidenan Jambi, karena sejak tanggal 1 Juni 1922 Kerinci yang tadinya bagian dari Kesultanan Jambi dimasukkan ke keresidenan Sumatera Barat tepatnya jadi bagian dari Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci (PSK)
Tuntutan keresidenan Jambi menjadi daerah Tingkat I Provinsi diangkat dalam Pernyataan Bersama antara Himpunan Pemuda Merangin Batanghari (HP.MERBAHARI) dengan Front Pemuda Jambi (FROPEJA) Tanggal 10 April 1954 yang diserahkan langsung Kepada Bung Hatta Wakil Presiden di Bangko, yang ketika itu berkunjung kesana. Penduduk Jambi saat itu tercatat kurang lebih 500.000 jiwa (tidak termasuk Kerinci)
Keinginan tersebut diwujudkan kembali dalam Kongres Pemuda se-Daerah Jambi 30 April – 3 Mei 1954 dengan mengutus tiga orang delegasi yaitu Rd. Abdullah, AT Hanafiah dan H. Said serta seorang penasehat delegasi yaitu Bapak Syamsu Bahrun menghadap Mendagri Prof. DR.MR Hazairin.
Berbagai kebulatan tekad setelah itu bermunculan baik oleh gabungan parpol, Dewan Pemerintahan Marga, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Merangin, Batanghari. Puncaknya pada kongres rakyat Jambi 14-18 Juni 1955 di gedung bioskop Murni terbentuklah wadah perjuangan Rakyat Jambi bernama Badan Kongres Rakyat Djambi (BKRD) untuk mengupayakan dan memperjuangkan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi Jambi.
Pada Kongres Pemuda se-daerah Jambi tanggal 2-5 Januari 1957 mendesak BKRD menyatakan Keresidenan Jambi secara de facto menjadi Provinsi selambat-lambatnya tanggal 9 Januari 1957 .
Sidang Pleno BKRD tanggal 6 Januari 1957 pukul 02.00 dengan resmi menetapkan keresidenan Jambi menjadi Daerah Otonomi Tingkat I Provinsi yang berhubungan langsung dengan pemerintah pusat dan keluar dari Provinsi Sumatera Tengah. Dewan Banteng selaku penguasa pemerintah Provinsi Sumatera Tengah yang telah mengambil alih pemerintahan Provinsi Sumatera Tengah dari Gubernur Ruslan Mulyohardjo pada tanggal 9 Januari 1957 menyetujui keputusan BKRD.
Pada tanggal 8 Februari 1957 Ketua Dewan Banteng Letkol Ahmad Husein melantik Residen Djamin gr. Datuk Bagindo sebagai acting Gubernur dan H. Hanafi sebagai wakil Acting Gubernur Provinsi Djambi, dengan staff 11 orang yaitu Nuhan, Rd. Hasan Amin, M. Adnan Kasim, H.A. Manap, Salim, Syamsu Bahrun, Kms. H.A.Somad. Rd. Suhur, Manan, Imron Nungcik dan Abd Umar yang dikukuhkan dengan SK No. 009/KD/U/L KPTS. tertanggal 8 Februari 1957 dan sekaligus meresmikan berdirinya Provinsi Jambi di halaman rumah Residen Jambi (kini Gubernuran Jambi).
Pada tanggal 9 Agustus 1957 Presiden RI Ir. Soekarno akhirnya menandatangani di Denpasar Bali. UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Dengan UU No. 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958 UU Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Sumatera Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan Riau. (UU tahun 1957 No. 75) sebagai Undang-undang.
Dalam UU No. 61 tahun 1958 disebutkan pada pasal 1 hurup b, bahwa daerah Swatantra Tingkat I Jambi wilayahnya mencakup wilayah daerah Swatantra Tingkat II Batanghari, Merangin, dan Kota Praja Jambi serta Kecamatan-Kecamatan Kerinci Hulu, Tengah dan Hilir.
Kelanjutan UU No. 61 tahun 1958 tersebut pada tanggal 19 Desember 1958 Mendagri Sanoesi Hardjadinata mengangkat dan menetapkan Djamin gr. Datuk Bagindo Residen Jambi sebagai Dienst Doend DD Gubernur (residen yang ditugaskan sebagai Gubernur Provinsi Jambi dengan SK Nomor UP/5/8/4). Pejabat Gubernur pada tanggal 30 Desember 1958 meresmikan berdirinya Provinsi Jambi atas nama Mendagri di Gedung Nasional Jambi (sekarang gedung BKOW). Kendati dejure Provinsi Jambi di tetapkan dengan UU Darurat 1957 dan kemudian UU No. 61 tahun 1958 tetapi dengan pertimbangan sejarah asal-usul pembentukannya oleh masyarakat Jambi melalui BKRD maka tanggal Keputusan BKRD 6 Januari 1957 ditetapkan sebagai hari jadi Provinsi Jambi, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Provinsi Djambi Nomor. 1 Tahun 1970 tanggal 7 Juni 1970 tentang Hari Lahir Provinsi Djambi.
Adapun nama Residen dan Gubernur Jambi mulai dari masa kolonial sampai dengan sekarang adalah sebagai berikut :
Masa Kolonial, Residen Belanda di Jambi adalah :
1. O.L. Helfrich (1906-1908)
2. A.J.N Engelemberg (1908-1910)
3. Th. A.L. Heyting (1910-1913)
4. AL. Kamerling (1913-1915)
5. H.E.C. Quast (1915 – 1918)
6. H.L.C Petri (1918-1923)
7. C. Poortman (1923-1925)
8. G.J. Van Dongen (1925-1927)
9. H.E.K Ezerman (1927-1928)
10. J.R.F Verschoor Van Niesse (1928-1931)
11. W.S. Teinbuch (1931-1933)
12. Ph. J. Van der Meulen (1933-1936)
13. M.J. Ruyschaver (1936-1940)
14. Reuvers (1940-1942)
Tahun 1942 – 1945 Jepang masuk ke Indonesia termasuk Jambi
Masa Kemerdekaan REPUBLIK INDONESIA
Residen Jambi:
1. Dr. Segaf Yahya (1945)
2. R. Inu Kertapati (1945-1950)
3. Bachsan (1950-1953)
4. Hoesin Puang Limbaro (1953-1954)
5. R. Sudono (1954-1955)
6. Djamin Datuk Bagindo (1954-1957) - Acting Gubernur
- 6 Januari 1957 BKRD menyatakan Keresidenan Jambi menjadi Propinsi
- 8 Februari 1957 peresmian propinsi dan kantor gubernur di kediaman Residen oleh Ketua Dewan Banteng. Pembentukan propinsi diperkuat oleh Keputusan Dewan Menteri tanggal 1 Juli 1957, Undang-Undang Nomor 1 /1957 dan Undang-Undang Darurat Nomor 19/1957 dan mengganti Undang-Undang tersebut dengan Undang-Undang Nomor 61/1958.
Masa PROVINSI JAMBI
Gubernur Jambi:
M. Joesoef Singedekane (1957-1967)
H. Abdul Manap (Pejabat Gubernur 1967-1968)
R.M. Noer Atmadibrata (1968-1974)
Djamaluddin Tambunan, SH (1974-1979)
Edy Sabara (Pejabat Gubernur 1979)
Masjchun Sofwan, SH (1979-1989)
Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (Wakil Gubernur)
Drs. H. Abdurrahman Sayoeti (1989-1999)
Musa (Wakil Gubernur)
Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)
DRS. H. Zulkifli Nurdin, MBA (1999-2005)
Uteng Suryadiatna (Wakil Gubernur)
Drs. Hasip Kalimudin Syam (Wakil Gubernur)
DR.Ir. H. Sudarsono H, SH, MA (Pejabat Gubernur 2005)
10.Drs. H. Zulkifli Nurdin, MBA (2005-2009)
Drs. H. Antony Zeidra Abidin (Wakil Gubernur 2005-2009)
LOGO PROVINSI JAMBI
Pada logo Provinsi Jambi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 1969 tertera kalimat Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Kalimat ini melambangkan satu kesatuan kebangsaan, satu kesatuan rakyat dan wilayah Jambi dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia, juga melambangkan kebesaran dari Sepucuk Jambi Sembilan Lurah dari sialang lantak besi sampai durian batakuk Rajo dan Tanjung Jabung.
Secara harfiah, Sepucuk Jambi Sembilan Lurah diambil dari naskah Undang-undang Piagam pencacahan kisah Negeri Jambi yang ditulis Ngebi Sutho Dilago Priyayi Rajo Sari 13589H/1937 M. Pada kitab itu dalam pasal 37 Pucuk undang Delapan, tertulis ”yang bernama Pucuk Jambi itu adalah uluan Jambi, pertama Pulau Umak, disanalah durian di Takuk Rajo sébelah ulu sialang belantak besi antara dengan tanah Minangkabau, maka itulah yang bernama pucuk Jambi. Adapun yang dinamakan sembilan lurah itu anak Batanghari Jambi. Sungainya yang besar sembilan sungai, pertama Tembesi, kedua Merangin, ketiga Batang Asai, keempat Sungai Tabir, kelima Tebo, keenam Bungo, ketujuh Pelepat, kedelapan Masumai, kesembilan Jujuhan, maka itulah yang bernamakan sembilan lurah”
A.Mukti Nasrudin (1989) menyatakan bahwa secara administratif wilayah kerajaan Jambi itu daerah-daerahnya tercakup dalam adagium adat “Pucuk Jambi Sembilan Lurah Batangnyo Alam Barajo“ artinya Pucuk yaitu Ulu, dataran tinggi Sembillan Lurah adalah Sembilan Negeri atau wilayah daerah Batangnyo Alam Barajo yaitu Teras Kerajaan 12 Suku /Bangso.
Secara geografis pengertian Pucuk Jambi dan Sembilan Lurah telah diutarakan. Sedangkan sembilan lurah dalam pengertian wilayah adat diartikan, empat diatas, tiga ditaruh di bawah, dan dua di Bangko Bawah.
Empat diatas meliputi daerah Kerinci yang pemerintahannya diselenggarakan oleh empat Depati yaitu, Depati Rencong Talang yang berpusat di Pulau Sangkau dengan daerah kekuasaannya meliputi tanah sébelah barat dan selatan Danau Kerinci, Depati Muaro Langkap Tanjung Langkap sekian berpusat di Tamiang. Depati Biang Sari dengan daerah kekuasaannya meliputi tanah sébelah tenggara dan Timur Danau Kerinci. Depati Atur Bumi yang berputar yang berpusat di Hiang meliputi tanah sébelah barat laut dan tenggara Danau Kerinci sampai Gunung Kerinci.
Tiga ditaruh dibawah yaitu daerah Bangko Atas meliputi daerah Depati Setio Rajo-Lubuk Gaung, Depati Setio Nyato- Sungai Manau dan Depati Setio Beti Tantan. Sedangkan dua di Bangko Bawah terdiri dari daerah Batin IX (Batin IX ulu dan Batin IX Ilir) dan daerah induk Enam Anak Sepuluh atau disebut sebagai daerah Luhak XVI meliputi daerah-daerah Tiang Pumpung, Dusun Tuo, Sanggerahan, Sungai Tenang, Serampas dan Pemberap.
Adapun adagium ”Batangnyo Alam Barajo” yaitu daerah Teras Kerajaan 12 Suku/Bangso Yaitu :
1. Jebus meliputi Sabak dan Dendang, Simpang, Aur Gading, Tanjung dan Londrang.
2. Pemayung meliputi Teluk Sébelah Ulu, Pudak, Kumpeh dan Berembang
3. Maro Sebo meliputi Sungai Buluh, Pelayang, Sengkati Kecil, Sungai Ruan, Buluh Kasap, Kembang Seri, Rengas Sembilan, Sungai Aur, Teluk Lebar, Sungai Bengkal, Mengupeh, Remaji, Rantau Api, Rambutan Masam dan Kubu Kandang.
4. Petajin meliputi, Betung Bedarah, Penapalan, Sungai Keruh, Teluk Rendah, Dusun Tuo, Peninjauan, Tambun Arang, dan Pemunduran, Kumpeh.
5. Tujuh Koto atau Kembang Paseban, meliputi Teluk Ketapang, Muaro Tambun, Nirah, Sungai Abang, Teluk Kayu Putih, Kuamang dan Tanjung.
6. Awin meliputi Pulau Kayu Aro dan Dusun Tengah.
7. Penagan Negerinya Dusun Kuap
8. Mestong meliputi Tarekan, Lopak Alai, Kota Karang, dan Sarang Burung.
9. Serdadu dengan negerinya Sungai Terap.
10.Kebalen negerinya Terusan
11.Air Hitam meliputi Durian Ijo, Tebing Tinggi, Padang Kelapo,
Sungai Seluang, Pematang Buluh, dan Kejasung.
12.Pinokawan meliputi Dusun Ture, Lopak Aur, Pulau Betung dan
Sungai Duren.
Keseluruhan wilayah Jambi dari sisi Hukum Adat Jambi, batas-batas secara lengkap berbunyi : dari durian ditakuk rajo lepas kesialang belantak besi melayang ke Tanjung Simalidu menepih beringin nan sebatang, Beringin gedang nan sekali dalam, mendaki bukit kelarik nan besibak meniti pematang panjang, menepat ke Singkil Tujuh Balarik ke sepisak pisau hilang mendaki bukit Alam Babi meniti pematang panjang menepat kebukit cindaku laju ke ulu Parit Sembilan menuju ke Sungai Reteh dan Sungai Enggang Marem Tanjung Labuh terjun ke laut nan mendidih menempuh ombak nan berdebur merapat ke Pulau nan tigo sebelah laut Pulau Berhalo naik ke sekatak Air Hitam menuju ke Bukit Seguntang – guntang mendaki bukit tuo lepas sungai Bayung Lincir laju ke hulu Sungai Singkut di kurung bergandeng bukit tigo mendaki ke serintik hujan panas meniti Bukit Barisan turun ke Renah Sungai Buntal menuju ke Sungai Air Dikit menerpa ke Hulu sungai Ketaun mendaki bukit malin dewa laju ke sungai Ipuh mendaki Bukit Sitinjau Laut, sayup – sayup laut lepas menuju gunung berapi di situ tegak Gunung Kerinci menepat ke Muaro Bento menempuh Bukit Kaco meniti Pematang Lesung terus menuju Batu Anggit dan Batu Kangkung, Teratak Tanjung Pisang, Siangkak – Siangkang Hilir pulo ke durian di takuk rajo di situ mulai bejalan balik pulo ketempat lamo bejalan meniti batas. Itulah batas yang kini menjadi Wilayah Provinsi Jambi sebagaimana dimaksud UU Nomor 61 Tahun 1958.
0 Komentar:
Posting Komentar
Silahkan berikan komentar pada posting ini
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda